JAKARTA - Tidak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi saat ini sangat membantu manusia, dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya sebatas mencari informasi saja, teknologi ini juga dapat membantu di berbagai bidang. Kearsipan, tata kelola kantor, periklanan, bahkan dapat melayani pelanggan di beberapa restoran atau penginapan.
Hal yang saya rasakan dengan adanya kemajuan teknologi saat ini yakni memberikan kemudahan dalam mencari informasi, memberikan edukasi secara global, menyiarkan sesuatu secara cepat, serta mempermudah pekerjaan sehari-hari.
Contohnya ketika melakukan aktivitas pendidikan (saat ini berkuliah). Tentu mencari materi dari berbagai referensi mudah saya temukan hanya dalam satu kali klik. Tidak hanya itu, ketika mencari moda transportasi dari rumah menuju stasiun, saya tidak perlu menunggu kendaraan umum lewat sekitar rumah. Cukup mencarinya melalui aplikasi dan menunggu sekitar 5 menit, saya bisa menuju tempat yang saya tuju.
Kemajuan teknologi di bidang pekerjaan pun saya dapat rasakan ketika melakukan praktik industri Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam mengolah data, membuat laporan pekerjaan, bahkan untuk membuat notulensi atau MoM (Minutes of Meeting) pun dapat dikerjakan dengan mudah.
Tidak perlu mengerjakan dengan mesin tik, itu jadul banget. Kalimat itu dilontarkan guruku yang kebetulan sudah lebih dari 30 tahun mengajar, dan pernah bekerja sebagai sekretaris pada zamannya.
Ternyata benar, ketika saya mempraktikan diri mendengarkan simulasi rapat dan mencatatnya dengan tulisan stenografi, sulitnya tentu bukan main. Guratan demi guratan saya buat dan harus diperiksa berkali-kali. Jika garisnya melenceng sedikit, atau bahkan beda ukuran sudut saja sudah berbeda makna dan arti.
Kemudahan itu juga saya temukan ketika mampir ke kantor sekretariat salah satu gereja. Seorang pekerja disana, sebut saja Carolina, mengatakan bahwa ada dampak positif dan negatif yang ia rasakan saat bekerja menjadi sekretaris di gereja tersebut.
Sebelum bekerja di sana, pada 2008 ia pernah bekerja sebagai sekretaris di sebuah kantor di Kramat Jati. Ia merasakan perbedaan yang amat signifikan terkait perbedaan teknologi tersebut. Meskipun sama-sama era 2000an, ia merasa ada lonjakan baru dalam melakukan pekerjaanya.
Kata demi kata ia lontarkan, sembari mengingat masa-masa mudanya dulu ketika bekerja. Contoh mudah yang ia berikan yakni kemudahan dalam berkomunikasi dan mengirim surat.
“Ketika saya ingin memberikan lapoarn terkait penjualan ke cabang yang satunya, saya harus mengirim beberapa surat melalui pos. Tentu dikarenakan butuh waktu, penyelesaian laporan harus sesuai jadwal yang telah ditentukan manager, kemudian sisa waktu digunakan untuk durasi pengiriman.”
Melihat sekeliling, ia diam-diam memberikan sebuah website, yang biasa digunakan sekretariat gereja untuk mendata umat-umat yang berdomisili di sana. Betapa takjubnya saya ketika melihat laman tersebut. Seolah data 5 ribu umat dengan mudah ditemukan disana, tanpa melakukan effort tinggi dalam mencatat secara manual.
“Dulu zaman
saya masih kecil, semuanya dicatat manual. Dulu ketika melaporkan data-data
sakramen dan kelahiran sesuai akta ke sekretariat, mereka langsung catat di
buku besar dokumen gereja. Tapi bukan hanya itu, bahkan ada juga buku khusus
untuk arsip gereja itu sendiri. Jadi ga hanya dicatat 1 kali, ibaratnya
begitu.”
Ia pun
memberikan saya dua lembar dokumen. Satu lembar berwarna hijau menggunakan
kertas manila, dengan tulisan komputer berisi data pribadi. Lembar lainnya
menggunakan kertas HVS biasa, namun bedanya data tersebut dilengkapi logo
gereja dan keuskupan, bahkan jenis tulisan lebih rapi dan tertata.
“Coba kamu
bandingkan antara dua ini. Pasti kamu lebih merasakan dengan jelas perbedannya
kan?”
“Ohh secara
tingkat kerapihan sih emang beda. Dari datanya pun juga lebih lengkap yang di
HVS ini.”
“Tentu saja,
kalau yang di kertas manila, itu ketik sendiri. Jadinya ada yang kurang akurat.
Entah karena ketik pribadi, atau datanya masih tulis manual. Coba kalau yang
satunya, datanya itu dimasukan ke website yang kutunjukan itu. Jadinya
semua lebih tertata dan rapi. Ga perlu kepikiran salah ketik atau tata letak
tidak rapi.”
Mencoba
mempraktikan pendataan dengan sistem baru, akhirnya saya dapat merasakan
kemudahan yang begitu berarti. Tentu mencatat data di buku besar masih menjadi
kewajiban sekretaris. Namun dalam mencatatnya untuk kepentingan kecil cukup
menggunakan website tersebut.
Namun ia
melontarkan keluhan terkait sistem-sistem yang terlalu kompleks dan sulit
dipahami. Beberapa bagian di aplikasi tersebut wajib telah diisi, ataupun telah
dikirim datanya. Padahal praktiknya beberapa data bisa menyusul.
"Terkadang
jika ingin memasukan nama wali baptis, atau nama gereja, itu kalau dulu bisa
ditulis nanti. Karena ini semua bisa tergantung dari pihak keluarga atau
gerejanya juga. Tapi apa-apa harus 1x24 jam, jika tidak, sistem tidak mau
menerima data itu lagi. Jika ada kesalahan pun, saya tidak bisa mulai dari awal
lagi.”
Teringat ia
pernah kena ‘komplain’ umat karena datanya kurang atau salah. Sebaliknya, iapun
pernah menegur umat yang terlalu lamban dalam memberikan data.
“Duh, ya itu
ibaratnya derita lo. Kan udah dikasih tau dari jauh-jauh hari, bahkan
sudah diingatkan juga untuk serah berkas dengan cepat, tinggal konfirmasi saja.
Tapi kok lamban. Ya bukan sepenuhnya salahku juga sih. Kan mengikuti prosedur
dari web. Mau-ga mau juga harus cepat.”
Ia pun juga
menunjukan beberapa amplop, dengan kop pengiriman ke beberapa daerah, terutama
di daerah Timur.
"Di sana
hanya beberapa gereja dan stasi aja yang sudah pakai email dan aplikasi.
Jadi kegiatan surat-menyurat tetap menggunakan pos. Beberapa dokumen penting
pun juga harus dikirim dengan jasa kirim khusus, menghindari pemalsuan data.”
Ia menceritakan proses penulisan dan pengiriman dokumen penting ke sebuah daerah. Menggunakan map dan dikemas kembali menggunakan map khusus, agar tidak rusak selama perjalanan.
Dokumen yang ia kirim pun tidak hanya sebatas undangan atau input data biasa, melainkan data pribadi umat yang bersifat rahasia. Itulah sebabnya beberapa dokumen tidak bisa sembarang dikirim menggunakan Whatsapp atau e-mail.
Setelah
menyelesaikan beberapa pekerjaannya, ia merapikan beberapa alat kantornya.
Kemudian ia memberikan beberapa nasihat penting terkait perkembangan teknologi
di pekerjaan.
"Ya kalau
mau ambil positifnya sih pasti ada. Dengan mudah, saya bisa mengirimkan via email.
Jadi ga perlu repot dan biaya pos surat. Yah.. walaupun belum semua
daerah-daerah tertentu menggunakan aplikasi atau email, setidaknya bisa
meringankan beberapa beban.”
“Tapi perlu
diingat, bukan berarti kemajuan teknologi ini selalu ada baiknya. Tentu ada
nilai buruknya. Terkadang terlalu dipermudah juga buat manusia jadi malas. Jadi
sih untuk penggunaan teknologi bukan dibatasi bahkan tidak boleh, melainkan
harus disesuaikan porsinya saja.”
“Ambil
positifnya, buang negatifnya,” ujar Carolina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar