Arsip Blog

Minggu, 22 Oktober 2023

TERKIKISNYA PERAN MANUSIA AKIBAT KEMAJUAN TEKNOLOGI

JAKARTATidak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi saat ini sangat membantu manusia, dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya sebatas mencari informasi saja, teknologi ini juga dapat membantu di berbagai bidang. Kearsipan, tata kelola kantor, periklanan, bahkan dapat melayani pelanggan di beberapa restoran atau penginapan.

Hal yang saya rasakan dengan adanya kemajuan teknologi saat ini yakni memberikan kemudahan dalam mencari informasi, memberikan edukasi secara global, menyiarkan sesuatu secara cepat, serta mempermudah pekerjaan sehari-hari.


Contohnya ketika melakukan aktivitas pendidikan (saat ini berkuliah). Tentu mencari materi dari berbagai referensi mudah saya temukan hanya dalam satu kali klik. Tidak hanya itu, ketika mencari moda transportasi dari rumah menuju stasiun, saya tidak perlu menunggu kendaraan umum lewat sekitar rumah. Cukup mencarinya melalui aplikasi dan menunggu sekitar 5 menit, saya bisa menuju tempat yang saya tuju.


Kemajuan teknologi di bidang pekerjaan pun saya dapat rasakan ketika melakukan praktik industri Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam mengolah data, membuat laporan pekerjaan, bahkan untuk membuat notulensi atau MoM (Minutes of Meeting) pun dapat dikerjakan dengan mudah.


Tidak perlu mengerjakan dengan mesin tik, itu jadul banget. Kalimat itu dilontarkan guruku yang kebetulan sudah lebih dari 30 tahun mengajar, dan pernah bekerja sebagai sekretaris pada zamannya.


Ternyata benar, ketika saya mempraktikan diri mendengarkan simulasi rapat dan mencatatnya dengan tulisan stenografi, sulitnya tentu bukan main. Guratan demi guratan saya buat dan harus diperiksa berkali-kali. Jika garisnya melenceng sedikit, atau bahkan beda ukuran sudut saja sudah berbeda makna dan arti.


 Kemudahan itu juga saya temukan ketika mampir ke kantor sekretariat salah satu gereja. Seorang pekerja disana, sebut saja Carolina, mengatakan bahwa ada dampak positif dan negatif yang ia rasakan saat bekerja menjadi sekretaris di gereja tersebut.


Sebelum bekerja di sana, pada 2008 ia pernah bekerja sebagai sekretaris di sebuah kantor di Kramat Jati. Ia merasakan perbedaan yang amat signifikan terkait perbedaan teknologi tersebut. Meskipun sama-sama era 2000an, ia merasa ada lonjakan baru dalam melakukan pekerjaanya.


Kata demi kata ia lontarkan, sembari mengingat masa-masa mudanya dulu ketika bekerja. Contoh mudah yang ia berikan yakni kemudahan dalam berkomunikasi dan mengirim surat.


“Ketika saya ingin memberikan lapoarn terkait penjualan ke cabang yang satunya, saya harus mengirim beberapa surat melalui pos. Tentu dikarenakan butuh waktu, penyelesaian laporan harus sesuai jadwal yang telah ditentukan manager, kemudian sisa waktu digunakan untuk durasi pengiriman.”


Melihat sekeliling, ia diam-diam memberikan sebuah website, yang biasa digunakan sekretariat gereja untuk mendata umat-umat yang berdomisili di sana. Betapa takjubnya saya ketika melihat laman tersebut. Seolah data 5 ribu umat dengan mudah ditemukan disana, tanpa melakukan effort tinggi dalam mencatat secara manual.


“Dulu zaman saya masih kecil, semuanya dicatat manual. Dulu ketika melaporkan data-data sakramen dan kelahiran sesuai akta ke sekretariat, mereka langsung catat di buku besar dokumen gereja. Tapi bukan hanya itu, bahkan ada juga buku khusus untuk arsip gereja itu sendiri. Jadi ga hanya dicatat 1 kali, ibaratnya begitu.”


Ia pun memberikan saya dua lembar dokumen. Satu lembar berwarna hijau menggunakan kertas manila, dengan tulisan komputer berisi data pribadi. Lembar lainnya menggunakan kertas HVS biasa, namun bedanya data tersebut dilengkapi logo gereja dan keuskupan, bahkan jenis tulisan lebih rapi dan tertata.


“Coba kamu bandingkan antara dua ini. Pasti kamu lebih merasakan dengan jelas perbedannya kan?”

“Ohh secara tingkat kerapihan sih emang beda. Dari datanya pun juga lebih lengkap yang di HVS ini.”


“Tentu saja, kalau yang di kertas manila, itu ketik sendiri. Jadinya ada yang kurang akurat. Entah karena ketik pribadi, atau datanya masih tulis manual. Coba kalau yang satunya, datanya itu dimasukan ke website yang kutunjukan itu. Jadinya semua lebih tertata dan rapi. Ga perlu kepikiran salah ketik atau tata letak tidak rapi.”


Mencoba mempraktikan pendataan dengan sistem baru, akhirnya saya dapat merasakan kemudahan yang begitu berarti. Tentu mencatat data di buku besar masih menjadi kewajiban sekretaris. Namun dalam mencatatnya untuk kepentingan kecil cukup menggunakan website tersebut.


Namun ia melontarkan keluhan terkait sistem-sistem yang terlalu kompleks dan sulit dipahami. Beberapa bagian di aplikasi tersebut wajib telah diisi, ataupun telah dikirim datanya. Padahal praktiknya beberapa data bisa menyusul.


"Terkadang jika ingin memasukan nama wali baptis, atau nama gereja, itu kalau dulu bisa ditulis nanti. Karena ini semua bisa tergantung dari pihak keluarga atau gerejanya juga. Tapi apa-apa harus 1x24 jam, jika tidak, sistem tidak mau menerima data itu lagi. Jika ada kesalahan pun, saya tidak bisa mulai dari awal lagi.”


Teringat ia pernah kena ‘komplain’ umat karena datanya kurang atau salah. Sebaliknya, iapun pernah menegur umat yang terlalu lamban dalam memberikan data.


“Duh, ya itu ibaratnya derita lo. Kan udah dikasih tau dari jauh-jauh hari, bahkan sudah diingatkan juga untuk serah berkas dengan cepat, tinggal konfirmasi saja. Tapi kok lamban. Ya bukan sepenuhnya salahku juga sih. Kan mengikuti prosedur dari web. Mau-ga mau juga harus cepat.”


Ia pun juga menunjukan beberapa amplop, dengan kop pengiriman ke beberapa daerah, terutama di daerah Timur.


"Di sana hanya beberapa gereja dan stasi aja yang sudah pakai email dan aplikasi. Jadi kegiatan surat-menyurat tetap menggunakan pos. Beberapa dokumen penting pun juga harus dikirim dengan jasa kirim khusus, menghindari pemalsuan data.”


Ia menceritakan proses penulisan dan pengiriman dokumen penting ke sebuah daerah. Menggunakan map dan dikemas kembali menggunakan map khusus, agar tidak rusak selama perjalanan.


Dokumen yang ia kirim pun tidak hanya sebatas undangan atau input data biasa, melainkan data pribadi umat yang bersifat rahasia. Itulah sebabnya beberapa dokumen tidak bisa sembarang dikirim menggunakan Whatsapp atau e-mail.


Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, ia merapikan beberapa alat kantornya. Kemudian ia memberikan beberapa nasihat penting terkait perkembangan teknologi di pekerjaan.


"Ya kalau mau ambil positifnya sih pasti ada. Dengan mudah, saya bisa mengirimkan via email. Jadi ga perlu repot dan biaya pos surat. Yah.. walaupun belum semua daerah-daerah tertentu menggunakan aplikasi atau email, setidaknya bisa meringankan beberapa beban.”


“Tapi perlu diingat, bukan berarti kemajuan teknologi ini selalu ada baiknya. Tentu ada nilai buruknya. Terkadang terlalu dipermudah juga buat manusia jadi malas. Jadi sih untuk penggunaan teknologi bukan dibatasi bahkan tidak boleh, melainkan harus disesuaikan porsinya saja.”


“Ambil positifnya, buang negatifnya,” ujar Carolina.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DAMPAK FENOMENA BULLYING PARA PELAJAR DI INDONESIA

ARTIKEL TERKINI - Setiap keluarga maupun individual tentu memiliki tingkatan dan gaya hidupnya masing-masing. Mulai dari strata tinggi hingg...