INDONESIA - Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia,
sambal merupakan salah satu menu yang wajib ada. Sambal bisa dimakan
dengan berbagai ragam sayur dan lauk-pauk, bahkan bisa dimakan hanya dengan
kerupuk atau nasi hangat. Di Indonesia, sambal sudah ada sejak abad ke-10.
Berdasarkan buku Indonesia Poenja Tjerita (2016) karya Eka Saputra, Pendeta PJ
Veth mengatakan bahwa cabai sudah ada sejak zaman Jawa Kuno dan menjadi
komoditas langsung jual. Sambal terasi. Sumber: Endeus
Sebagai
warga Indonesia kita perlu bangga dan apresiasi, karena sambal memiliki
citarasa yang unik dan beragam di berbagai daerah. Dengan beragam rempah, cara
pengolahan, dan filosofi sambal itu sendiri, membuat makanan tersebut memiliki
banyak kreasi. Tidak heran jika hampir setiap daerah di Indonesia memiliki
ragam sambalnya masing-masing.
Dari
Sabang hingga Merauke tentu ada beragam jenis sambal. Namun beberapa sambal
berikut ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai di berbagai toko atau
gerai makanan, serta yang paling sering dimasak di rumah. Jenis sambal tersebut
antara lain Sambal Matah, Sambal Bawang, Sambal Terasi, Sambal Ijo, Sambal
Dabu-Dabu, Sambal Ikan Roa dan Sambal Tomat.
Menurut Retno; seorang ibu rumah
tangga, mengatakan bahwa kemudahan zaman membuat beberapa budaya dan tradisi,
salah satu kuliner, menjadi langka dan tidak terlestarikan. Terbukti dengan
banyaknya ragam jenis sambal yang dijual di marketplace atau restoran
mewah, namun citarasa yang tidak otentik seperti asli daerahnya. Banyak tata
cara pembuatan sambal di berbagai platform, tidak sesuai dengan tradisi
asli. Menurut Retno, hal ini disebabkan oleh beberapa tata cara dan bahan yang
sengaja dikurangi, sehingga memengaruhi citarasa sambal.
“Ini sih yang membuat citarasa sambal menjadi
lain dan tidak seenak aslinya. Emang sih banyak tutorial jadi
kelihatan mudah, tapi jadinya ngaco. Tidak sesuai dengan rasa sambal
yang langsung dicoba di daerahnya,” ujar Retno.
“Sebagai generasi
muda era 20 ke atas, mereka harus belajar melestarikan budaya dan kuliner
Nusantara. Walaupun ga bisa masak, minimal tahu sejarah dan suka nyoba
ragam sambal. Kalau gabisa coba, minimal bisa memberikan pengetahuan
umum tentang kekhasan sambal di berbagai daerah,” ujar Retno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar